Ilmu Budaya Dasar 4
Wednesday, May 06, 2015Contoh-contoh Kasus Manusia dan Kegelisahan
- Beberapa waktu belakangan ini kita sering mendengar isu bahwa jakarta akan diguncang gempa dengan daya rusak yang setara dengan bom hiroshima pada waktu tertentu. ketika mereka mendengar berita tersebut, mereka langsung panik dan melakukan persiapan untuk mengamankan barang-barang miliknya atau membuat tenda di depan rumah dan menjudge bahwa berita tersebut benar adanya. padahal kalau kita telaah secara mendalam, tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui kapan dan dimana gempa itu akan terjadi. hal tersebut dapat terjadi karena mereka takut kehilangan beberapa haknya seperti hak untuk hidup, hak untuk mendapat perlindungan, dan lain-lain.
- Dokter menghadapi istri dan anaknya yang sedang sakit merasa tidak tenang karena ada ancaman terhadap haknya. Dokter tidak dapat berbuat apa-apa bila menghadapi keluarganya yang sedang sakit karena ia merasa khawatir. Dalam hal ini, dokter harus bersikap seperti menghadapi pasien yang bukan keluarganya.
- Belakangan ini, pembegalan di kawasan Depok sedang marak-maraknya. Hal itu tentu membuat masyarakat sekitar Depok gelisah dan tidak tenang apabila berkendara motor di malam hari.
- Bayi yang sering menangis dan rewel, pasti sangat meresahkan orang tuanya, apalagi jika itu buah hati pertama orang tuanya. Pengalaman pertama punya bayi pasti sangat merepotkan, terutama bagi mereka yang memelihara bayi tanpa supervising dari orang tuanya, dalam arti kakek-nenek si bayi. Tapi, jangan takut, bukan kesalahan anda jika sang bayi menangis terus, dan juga bukan kesalahan si mungil buah hati anda. Menangis, bahkan sampai sangat serius frekuensinya, umum terjadi pada bayi. Bayi yang tumbuh sehat serta cukup gizi sekalipun, akan tetap menangis. Justru menangis adalah tanda bahwa bayi anda sehat, asal dalam batas-batas tertentu.
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksi curah hujan tinggi akan turun pada Desember 2015 mendatang. Banjir di Jakarta diperkirakan terjadi pada minggu ketiga Januari 2015. Mendengar berita tersebut, masyarakat DKI Jakarta sangat gelisah dan tentu panik.
Resensi Novel Tentang Manusia dan Penderitaan
Judul Buku : Azab dan Sengsara
Karya : Merari Siregar
Penerbit : Balai Pustaka, terbitan XVIII
Angkatan : 20-an
Tebal Buku : 188 Halaman
Novel Azab Dan Sengsara ini merupakan novel pertama terbitan Balai Pustaka yang pertama sekali, yaitu sekitar tahun 1920. Novel yang bertemakan kawin paksa ini dikarang oleh Merari Siregar. Sepertinya penulis sangat menonjolkan suatu kesengsaraan dalam karya ini, sehingga si pembaca dapat terbawa oleh alur cerita ini. Penulis juga mengangkat adat istiadat yang berlaku di daerahnya.
Beberapa keunggulan buku ini yang kami rasakan diantaranya penulis dalam ceritanya mengutamakan penonjolan-penonjolan tokoh-tokoh yang lemah yang tunduk terhadap orang-orang yang berhati kotor. Hal ini cukup mengundang simpatik pembaca dapat merasa terharu. Namun dalam novel yang menggunakan sudut pandang orang ketiga ini pengarang menuliskan ceritanya dengan alur kilas balik yang cukup berbelit-belit sehingga dibutuhkan kesabaran yang tinggi untuk menikmati novel ini. Selain itu tokoh-tokoh dalam novel ini sering memberikan nasehat yang berpanjang-panjang, sehingga berkesan bertele-tele. Novel yang menggunakan bahasa melayu ini, cukup mengangkat kesan azab dan sengsara pada tokoh-tokohnya yang lemah. Oleh karena itu novel ini layak untuk di baca untuk semua kalangan, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.
Karakter Tokoh :- Mariamin : Sabar, solehah, dan penurut- Aminu’ddin : Penurut dan sabar- Sutan Baringin (Ayah Mariamin) : Boros dan serakah- Nuria (Ibu Mariamin) : Baik dan penyayang- Baginda Mulia : Sombong dan angkuh- Baginda Diatas (Ayah Aminu’ddin) : Boros dan penyayang- Ibu Aminu’ddin : Baik dan penyayang- Kasibuan : Kasar
Sinopsis :
Karena pergaulan mereka sejak kecil dan hubungan saudara sepupu, terjadilah hubungan cinta antara Mariamin dan Aminu’ddin. Ibu Mariamin menyetujui hubungan itu karena Aminu’ddin adalah seorang anak yang baik budinya, lagi pula Nuria ingin agar puterinya dapat hidup berbahagia dan tidak selalu menderita oleh kemiskinan mereka. Orang tua Aminu’ddin adalah seorang kepala kampong, bangsawan kaya dan disegani oleh bawahannya karena sifat-sifatnya yang mulia serta kerajinan kerjanya. Ayah Aminu’ddin bernama Baginda Diatas.Sifatnya munurun kepada anaknya. Sebaliknya, keluarga Mariamin adalah keluarga miskin yang disebabkan oleh tingkah laku ayahnya almarhum yang suka berjudi,pemarah,mau menang sendiri serta suka berbicara kasar. Karena sifat ayah Mariamin yang suka berperkara degan orang lain, akhirnya keluarga Mariamin jatuh miskin. Hingga akhir hayatnya, Tohir (Sutan Baringin) engalami nasib sengsara bersama istrinya, Nuria. Istri Baginda Diatas adalah adik kandung Sutan Baringin.
Hubungan cinta antara Mariamin dan Aminu’ddin semakin bersemi ketika suatu hari Mariamin tergelincir dari sebuah jemabatan bambu. Dengan sigap, Aminu’ddin terjun ke sungai untuk menyelamatkan jiwa Mariamin. Mariamin terselamatkan, dan merasa amat berhutaang budi pada sepupunya itu. Akan tetapi, hubungan cinta mereka tidak mendapat restu dari Baginda Diatas karena keluarga Mariamin adalah keluarga miskin dan bukan dari kalangan bangsawan. Suatu ketika, Aminu’ddin meninggalkan Sipirok dan pergi ke Deli(Medan) untuk mencari pekerjaan., setelah sebelumnya berjanji kepada Mariamin un tuk kawin pada saat dia mempunyai gaji dan mampu menghidupi calon istrinya. Sepeninggal Aminu’ddin, Mariamin sering berkirim dan berbalas surat dengan Aminu’ddin. Ia selalu menolak lamaran pemuda yang datang untuk meminangnya, karena kesetiaannya pada Aminu’ddin seorang. Setelah mendapat pekerjaan di Medan, Aminu’ddin berkirim surat kepada Mariamin untuk segara manyusulnya ke Medan dan menjadi istrinya. Kabar itu juga ia sampaikan kepada orang tuanya sendiri, dan menyuruh ayahnya untuk menjemput Mariamin kemudian membawanya ke Medan. Ibu Aminu’ddin sangat senang dan menyetujui rencana anaknya. Akan tetapi, Baginda Diatas tidak menyetujuinya. Oleh karena itu, sepakatlah mereka untuk pergi ke dukun, dan menanyakan untung dan rezeky Aminu’ddin kelak apabila ia menikah dengan Mariamin. Adapun kabar yang diberikan oleh dukun tersebut menyatakan bahwa pernikahan Aminu’ddin dan Mariamin akan berakibat buruk bagi sang suami. Alangkah sedih sedih hati ibu Aminu’ddin, tetapi Baginda Diatas malah sebaliknya. Ia pun segera menjemput seorang puteri kepala kampung lain yang cantik dan kaya.
Kemudian tanpa sepengetahuan Aminu’ddin, Baginda Diatas membawa calon menantu pilihannya itu hendak dijodohkan dengan Aminu’ddin di Medan. Adapun Aminu’ddin amat kecewa setelah tahu bahwa gadis yang dibawa oleh ayahnya bukanlah Mariamin yang menjadi pujaan hatinya selama ini. Akan tetapi, ia tidak mapu untuk menolak keinginan ayahnya, serta adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat-nya. Aminu’ddin kemudian mengirim surat kepada Mariamin tentang perkawinannya yang tidak berdasarkan cinta. Dan kepada Mariamin, ia juga memohon maaf dan maminta Mariamin agar berlaku sabar dalam menerima cobaan. Mariamin kemudian jatuh sakit karena cintanya terhalang. Suatu hari, Baginda Diatas datang ke rumah Marianin untuk meminta maaf dan menyesali segala perbuatannya setelah melihat sifat-sifat Mariamin yang baik. Beberapa bulan kemudian, Mariamin dikawinkan dengan seorang kerani yang belum dikenalnya, bernama Kasibun. Ternyata kemudian ia ketahui bahwa suaminya itu baru saja menceraikan istrinya di Medan untuk mengawini Mariamin. Setelah menikah, Mariamin ikut tinggal di Medan bersama suaminya. Akan tetapi, Kasibun ternyata memiliki suatu penyakit. Mariamin pun enggan untuk melayani suaminya sebelum Kasibun berobat terlebih dahulu karena ia takut tertular. Suatu ketika, Aminu’ddin mengunjungi Mariamin di rumahnya. Pertemuan itu membuat Mariamin pingsan sehingga menimbilkan kecurigaan dan rasa cemburu yang besar dalam diri Kasibun. Kasibun kemudian menyiksanya tanpa belas kasihan. Akibat siksaan itu, Mariamin mersasa tidak tahan hidup bersama suaminya. Ia kemudian melapor kepada polisi dan mengadukan perkaranya.
Kasibun pun kalah perkara. Dia diharuskan membayar denda sebesar dua puluh lima rupiah. Kasibun juga mengaku bersalah dan harus merelakan Mariamin bercerai darinya. Mariamin sangat sedih dan memutuskan untuk pulang ke rumah ibunyq di sipirok. Badannya amat kurus dan sakit-sakitan, sehingga akhirnya ia meninggal dunia dengan amat sengsara.
Sumber :
0 comments